Hakikat Pemberian Kompensasi Kepada Warga Terdampak dan Pentingnya Pengelolaan Banjir Berbasis Keadilan bagi Masyarakat dan Ekosistem
SERANG, Jagadbanten.id – Peneliti senior Asia e University Malaysia yang juga Community Empowerment Specialist Cs.06 FMSRB Prof Owin Jamasy mengunjungi warga yang terdampak pembangunan tanggul dan infrastruktur di Kabupaten Serang dan Pandeglang, Provinsi Banten.
Kunjungan Prof Owin Jamasy bersama tim selama 4 hari dari tanggal 15 hingga 18 Mei 2024 itu turut didampingi Yuni Pranoto selaku Team Leader Cs.06 ID-CBFRM FMSRB Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri.
Selama kunjungan sekaligus memberikan berbagai bantuan kepada warga setempat yang terdampak pembangunan tersebut.
Adapun lokasi yang dikunjungi 1 kelurahan di Kelurahan Babakan Kalanganyar, Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang. Kemudian 6 desa di Kabupaten Serang. Antara lain di Desa Tambak, Desa Ciagel, dan Desa Nagara Kecamatan Kibin.
Selanjutnya Desa Puser di Kecamatan Tirtayasa, dan Desa Crukcuk di Kecamatan Tanara. Kunjungan berakhir di Kampung Dukuh Kedawung, Desa Dukuh, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang,
Sedangkan berbagai bantuan yang diberikan itu mulai dari bibit Ikan Bawal, Ikan Mujair, Bebek petelur, Bebek Kosta, Kambing Kacang, bibit Padi, Terigu, hingga Mie Instan untuk usaha gorengan warga yang terdampak.
Prof Owin Jamasy maupun Yuni Pranoto masih sempat memberikan keterangan kepada Jagad Banten terkait program Flood Management in Selected River Basins (FMSRB) yang merupakan program pengelolaan risiko banjir terpadu antara pendekatan struktural dan non struktural.
Bahwa program itu menurutnya berlangsung di wilayah sungai 3 Cis (Ciujung, Cidanau dan Cidurian) di Provinsi Banten dan di wilayah sungai Ambon-Seram di Kota Ambon Provinsi Maluku.
Team Leader Cs.06 ID-CBFRM FMSRB Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri Yuni Pranoto mengatakan, adanya kolaborasi para pemangku kepentingan (stakeholders) termasuk di dalamnya adalah masyarakat terkena dampak, turut berkontribusi dalam setiap tahapan pembangunan infrastruktur seperti Cek Dam, Embung, Tanggul, Drainase, Tanah/Tembok Penahan Tebing (TPT), Pemanenan Air Hujan (PAH), Sumur resapan, dan Biopori.
Bagi warga yang sebagian tanahnya terpakai untuk pembangunan konstruksi skala besar seperti cek dam dan tanggul, berlaku uang ganti rugi sesuai dengan kesepakatan dan kebijakan yang berlaku, sedangkan untuk embung seperti yang terjadi di Kabupaten Serang dan Kabupaten Lebak, disepakati mekanisme penggunaan lahan yang dibutuhkan bukan dengan pelepasan hak melainkan secara pinjam pakai untuk periode 10-25 tahun.
“Selain itu, sehubungan total luas lahan yang digunakan melampaui 5 % dari total luas kepemilikan, maka sesuai ketentuan ADB sebagai lender kepada pemilik lahan perlu diberikan kompensasi oleh pemerintah daerah. Untuk mengoptimalkan fungsi embung (selain sebagai prasarana pengendalian risiko banjir) dalam rangka peningkatan fungsi ekonomi embung juga dilaksanakan kegiatan percontohan berupa pemberian stimulan modal usaha budi daya ikan,” kata Yuni Pranoto.
Menurutnya, Ditjen Bina Pembangunan Daerah sebagai salah satu Project Implementation Unit (PIU) pada program FMSRB, tidak hanya memberikan stimulan modal usaha untuk produktivitas embung, melainkan memberikan stimulan juga untuk pengelola Bank Sampah dan warga terdampak pembangunan.
“Hakikat pemberian bantuan atau stimulan ini menjadi sangat penting karena berkaitan dengan aspek kesejahteraan sosial, keberlanjutan ekonomi, serta terciptanya keadilan sosial dan pengurangan risiko bencana,” ujarnya.
Pada aspek kesejahteraan sosial, kata Yuni Pranoto, ada kepentingan untuk mengurangi ketidak-stabilan sosial. Dalam hal ini bantuan dipandang dapat mengurangi ketidakstabilan sosial yang mungkin timbul akibat relokasi atau gangguan lainnya yang disebabkan oleh proyek infrastruktur.
Sedangkan pada aspek pemulihan ekonomi, ada kepentingan untuk mengurangi kerugian ekonomi dan mendukung usaha kecil. Warga yang terdampak pembangunan infrastruktur seringkali mengalami kerugian ekonomi, baik karena kehilangan tempat tinggal, lahan pertanian, atau sumber mata pencaharian lainnya.
Bantuan dan stimulan dipandang dapat membantu mereka memulihkan kondisi ekonomi dan dapat mendukung usaha kecil dan menengah untuk bangkit kembali atau beradaptasi dengan kondisi baru.
Aspek paling penting tentu target keadilan sosial dan pemerataan serta berupaya penuh agar mendukung keberhasilan pengelolaan banjir.
Pemberian bantuan akan memastikan bahwa semua kelompok masyarakat, terutama yang paling rentan, berhak mendapatkan perlindungan dan dukungan yang mereka butuhkan, sehingga tercipta keadilan sosial dalam proses pembangunan.
Dengan memberikan bantuan yang memadai, pemerintah dapat membangun dukungan dan kepercayaan dari masyarakat terhadap program pengelolaan banjir, serta mendorong partisipasi aktif dari warga terutama dalam kegiatan mitigasi, pemeliharaan infrastruktur, dan program edukasi terkait banjir. Dengan bantuan stimulan yang memadai tentu akan menciptakan suasana kondusif dan terhindar dari potensi konflik dan ketegangan diantara para pihak.
Sementara itu, sebagai pengamat pembangunan dan ahli pemberdayaan, Owin Jamasy merekomendasikan pada program sejenis ke depan agar pengelolaan banjir di wilayah sungai, syarat berbasis keadilan bagi masyarakat dan ekosistem.
Pertama, menyangkut keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem. Artinya bahwa Infrastruktur pengelolaan banjir harus dirancang untuk meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem sungai dan sekitarnya. Hal ini mencakup perlindungan terhadap flora dan fauna serta menjaga fungsi ekosistem seperti penyerapan air dan siklus nutrien.
“Juga harus menggunakan solusi berbasis alam, seperti restorasi hutan, pembangunan lahan basah buatan, dan peningkatan kapasitas resapan air alami untuk mengelola banjir secara berkelanjutan,” kata Owin Jamasy.
Kedua, menyangkut partisipasi masyarakat. Artinya adalah masyarakat lokal harus diajak berpartisipasi dalam seluruh tahapan proyek, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan pemeliharaan bahkan pengembangan. Partisipasi ini memastikan bahwa kebutuhan dan aspirasi warga diperhatikan dan diakomodasi.
Tidak hanya itu melainkan program pengelolaan banjir harus mencakup upaya untuk memberdayakan masyarakat, memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam mitigasi banjir dan pemulihan setelah bencana.
Ketiga, menyangkut keadilan sosial ekonomi. Artinya bahwa infrastruktur pengelolaan banjir harus dirancang sedemikian rupa sehingga manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok rentan dan marjinal. Beban, seperti relokasi atau dampak lingkungan, harus diminimalkan dan didistribusikan secara adil.
Selain itu warga yang terdampak oleh pembangunan infrastruktur, seperti relokasi atau kehilangan mata pencaharian, harus mendapatkan kompensasi yang adil dan bantuan untuk memulihkan kehidupan mereka.
Keempat, menyangkut transparansi dan akuntabilitas. Artinya bahwa seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan proyek harus dilakukan secara transparan, dengan informasi yang jelas dan mudah diakses oleh masyarakat. Pemerintah dan pihak pelaksana harus bertanggung jawab atas dampak dari proyek infrastruktur dan memastikan adanya mekanisme pengaduan dan penyelesaian masalah yang efektif bagi masyarakat terdampak.
Kelima, menyangkut aspek adaptasi dan mitigasi risiko bencana banjir. Artinya bahwa infrastruktur harus dirancang untuk mengurangi risiko bencana, termasuk banjir, dengan pendekatan yang integratif dan berkelanjutan. Program pengelolaan banjir harus mempertimbangkan proyeksi perubahan iklim dan dampaknya terhadap pola banjir, memastikan bahwa infrastruktur yang dibangun tetap efektif di masa mendatang.
Keenam, menyangkut keseimbangan antaran pembangunan dan konservasi. Artinya bahwa pembangunan infrastruktur harus dilakukan dengan pendekatan yang terintegrasi, mempertimbangkan kebutuhan pembangunan dan konservasi lingkungan. Ini termasuk analisis dampak lingkungan yang komprehensif dan pengembangan solusi yang inovatif dan ramah lingkungan.
Dengan mempertimbangkan keenam prinsip tersebut, pembangunan infrastruktur dalam pengelolaan banjir di wilayah sungai dapat mencapai keseimbangan antara kebutuhan masyarakat akan perlindungan dan keselamatan serta menjaga keadilan sosial dan kelestarian ekosistem. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tetapi juga memastikan bahwa lingkungan alam yang mendukung kehidupan tetap terjaga untuk generasi mendatang.
Owin Jamasy merinci, bahwa perhatian utama bagi Pemerintah Daerah antara lain: (1) Perencanaan partisipatif meliputi optimalisasi partisipasi masyarakat dan unsur pemangku kepentingan, serta transparansi informasi dan mudah diakses;
(2) Pengelolaan anggaran yang efektif dengan cara mengalokasikan dana stimulan dengan prioritas pada kebutuhan paling mendesak seperti relokasi, perbaikan infrastruktur lokal, dan dukungan ekonomi bagi warga terdampak; juga lakukan audit secara berkala untuk memastikan dana digunakan sesuai dengan peruntukannya dan laporkan hasilnya kepada publik;
(3) Pemberdayaan ekonomi dimulai dengan program pelatihan keterampilan bagi warga terdampak untuk membantu mereka mendapatkan pekerjaan baru atau memulai usaha keci; juga berikan bantuan modal atau pinjaman untuk usaha kecil dan menengah yang terdampak;
(4) Perbaikan infrastruktur lokal dengan cara memastikan pembangunan infrastruktur baru beradaptasi teknologi dan desain yang tahan terhadap banjir dan perubahan iklim; juga Menyediakan anggaran dan program untuk pemeliharaan rutin infrastruktur pengelolaan banjir;
(5) Edukasi dan kesadaran dengan mengadakan program edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya mitigasi banjir dan cara-cara untuk mengurangi risiko banjir, serta melaksanakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko banjir dan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan.
Selanjutnya untuk Warga terdampak tentu ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan yakni: (1) Penggunaan dana stimulan yang bijak, yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dasar terlebih dahulu seperti perbaikan rumah, pembelian kebutuhan pokok, dan biaya pendidikan. Juga gunakan sebagian dana untuk mengikuti pelatihan keterampilan atau kursus yang dapat meningkatkan peluang kerja atau usaha;
(2) Partsipasi aktif pada program pemerintah. Manfaatkan program pelatihan dan dukungan yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan. Juga berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas warga terdampak untuk berbagi informasi, pengalaman, dan solusi terkait pemulihan mata pencaharian dan mitigasi banjir. Wadah kelompok ini antara lain Kelompok Masyarakat Siaga Bencana (KMSB);
(3) Kesiapsiagaan mitigasi risiko. Lakukan langkah-langkah untuk mempersiapkan diri menghadapi banjir, seperti membuat rencana evakuasi keluarga, menyimpan dokumen penting di tempat yang aman, dan mengamankan barang-barang berharga. Juga dapat berpartisipasi dalam program-program mitigasi risiko banjir yang diselenggarakan oleh pemerintah atau organisasi non-pemerintah;
(4) Pembangunan komunitas yang berkelanjutan. Pelihara kerjasama dengan tetangga untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan tangguh terhadap banjir, misalnya dengan membersihkan saluran air bersama-sama atau membuat taman-taman resapan. Juga aktif memberikan dukungan kepada anggota komunitas yang lebih rentan, seperti lansia dan anak-anak, untuk memastikan mereka juga terlindungi;
(5) Pemanfaatan teknologi dan informasi media sosial untuk mengakses informasi terbaru tentang cuaca, peringatan dini banjir, dan bantuan yang tersedia. Juga aktif belajar tentang praktik terbaik dalam pengelolaan risiko banjir dan adaptasi terhadap perubahan iklim, serta berbagi pengetahuan tersebut dengan komunitas.
Dengan mengikuti rekomendasi ini, diharapkan Pemerintah Daerah dapat menjalankan program pengelolaan banjir secara efektif dan masyarakat terdampak dapat memanfaatkan stimulan untuk memulihkan kehidupan mereka serta meningkatkan ketahanan terhadap banjir di masa depan.***